KERJA

KERJA
“Kerja memiliki banyak makna dan tujuan. Dengan kerja, kita dapat menjadi tangan-tangan Tuhan’ yang mewujudkan kehendak-Nya. selain itu kerja juga memiliki hubungan dengan doa, doa bisa menjadi kerja manusia mempunyai aspek religius. Doa dapat mendorong manusia untuk bekerja lebih tekun, lebih tabah, dan disiplin.”
(Goo, Egedy)



ARTI DAN MAKNA KERJA
  1. 1.      ARTI KERJA

Kerja adalah setiap kegiatan manusia yang diarahkan untuk kemajuan manusia, baik kemajuan rohani maupun jasmani, dan untuk mempertahankannya. Dari pernyataan tersebut tampak bahwa pekerjaan memerlukan pemikiran dan merupakan kegiatan insani.
       Kerja memerlukan pemikiran. Kerja dengan sadar harus diarahkan kepada suatu tujuan tertentu.Pekerjaan merupakan keistimewaan makluk yang berakal budi (orang gila atau binatang tiadk bisa katakan kerja). Sebab, hanya manusialah yang dengan sadar dan bebas dapat mengarahkan kegiatannya kepada suatu tujuan tertentu.
         Kerja merupakan kegiatan insan yang ada dalam diri menusia sebagai makluk yang akal budi. Oleh kerana itu, setiap jenis pekerjaan memiliki martabat dan nilai insan yang sama. dipandang dari segi ini, tidak ada pekerjaan yang kurang atau lebih muliah dan luhur memang kalau dipandang dari sudut lain, yakni dari sudut dan hasil, setiap pekerjaan sungguh-sungguh berbeda dan nilai pekerjaan yang satu melebihi nilai pekerjaan yang lain. Akan tetapi, nilai insan dan martabatnya tidak berubah karenanya.

  1. 2.      MAKNA KERJA

      Ada berbagai makna kerja ditinjau dari berbagai segi. Akan tetapi, kita akan membatasi diri melihat makna kerja ditinjau dari segi ekonomi, sosiologi dan antropologi.

  •   Makana kerja secara ekonomis

       Dari segi ekonomi; bekerja dipandang sebagai pengarah tenaga untuk menghasilkan sesuatu yang diperlukan atau diinginkan oleh seseorang atau masyarakat. Dalam hal ini dibedakan pekerjaan produktif (misalnya pertanian, pertukangan, dan sebagainya), distributif (misalnuya perdagangan), dan jasa (misalnya guru, dokter dan sebagainya). Kerja merupakan unsur pokok priduksi yang ketiga, di samping tanah dan modal. Jadi, makna ekonomis dari kerja ialah memenuhi dan menyelenggarakan kebutuhan-kebutuhan hidup yang primer.

  •  Makna Kerja secara sosiologis

    Kerja, selain sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sekaligus juga mengarahkan kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat.

  •  Makna Kerja secara Antropologi

      Kerja memungkinkan manusia untuk membina dan membentuk diri dan pribadi. Dengan kerja, manusia menjadi lebih manusia dann lebih bisa menjadi teman bagi sesamanya dengan menggunakan akal budi, kehendak, tenaga, daya, kreatif, serta tanggung jawab terhadap kesejahteraan umum.

      1.3 TUJUAN KERJA
       Sejalan dengan makna kerja, tujuan kerja dapat dirumuskan sebagai berikut.
  •       Kerja untuk mencari Nafkah

       Kebanyakan orang bekerja untuk mencari nafkah, untuk mengembangkan kehidupan jasmani dan mempertahankannya. Artinya, orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memperoleh kedudukan serta kejayaan ekonomis, yang menjamin kehidupan jasmaninya pada masa depan. Nilai yang hendak dicapai bersifat jasmani.
  • Kerja untuk memajukan teknik dan kebudayaan

    Nilai yang hendak dicapai lebih bersifat rohani. Dengan bekerja, orang dapat memajukan salah satu cabang teknologi atau kebudayaan, dari yang paling sederhana sampai yang paling tinggi.
  • Kerja untuk menyempurnakan diri sendiri

    Dengan bekerja, manusia lebih menyempurnakan dirinya sendiri. Ia menemukan harga dirinya. Atau lebih tepat: ia mengembangkan kepribadiannya. Dengan kerja, manusia lebih memanusiakan dirinya.
  • Kerja untuk memuliakan Tuhan

    AMDG (Ad Maiorem Dei Gloriam). Kita harus bekerja, sebab Allah pun tetap bekerja sampai sekarang. Bahwa orang bekerja adalah pengungkapan jati diri sebagai manusia. Kerja adalah eksistensi kemanusiaan, juga suatu partisipasi manusia dalam kerja Allah hingga kini.

      1.4 KERJA DAN ISTIRAHAT
  •  Bekerja membuat hidup berarti

     Demi hormat terhadap martabat manusia, tidak seorang pun boleh dihalangi untuk bekerja. Demi harga diri, setiap orang harus bekerja menanggung hidupnya sendiri dengan nafkah yang ia peroleh dan mendukung hidup bersama. Namun pekerjaan juga mempunyai makna religius.
Allah sendiri dilukiskan sebagai Pencipta yang bekerja dari hari pertama sampai hari keenam, pada hari ketujuh beristirahat (Kej 1:1-2:3).

a             Allah memerintahkan manusia untuk bekerja. Dunia dan makluk-makluk lainnya diserahkan oleh Allah kepada manusia untuk dikuasai, ditaklukan dan dipergunakan (Kej 1:28-30). Dengan demikian, manusia menjadi wakil Allah di dunia ini, menjadi penggerak dan pekerja yang menyelenggarakan karya ciptaan Tuhan.
b                 Dengan bekerja, manusia tidak saja dapat bekerja sama dengan Tuhan, tetapi juga dengan bekerja menyelenggarakan ciptaan Tuhan.
            Akhirnya, dengan bekerja manusia mendekatkan dirinya secara pribadi dengan Allah! Manusia akhirnya teruntuk bagi Allah sebagai yang terakhir. Kerja akhirnya merupakan salah satu bentuk pengabdian pribadi kepada Allah sebagai tujuan akhir manusia. Jelaslah bahwa kerja sungguh-sungguh bisa mempunyai aspek religius, selain aspek pribadi dan sosial.
  •   Menusia membutuhkan Istirahat

a.       Karena memerlukan istirahat manusia harus bekerja menurut irama alam seperti yang dilakukan oleh para petani dalam masyarakat pedesaan. Peredaran hari dan pergantian musim menetapkan irama kerja dan istrahat. Namun, di dunia industri irama semacam itu hancur. Orang bekerja dalam irama mesin dan bawah perintah orang lain, dan jarang orang untuk kehilangan haknya untuk beristirahat demi target produksi. Dengan demikian, kerja bukan lagi merupakan bagian hidup manusia, tapi hanya merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan di luar manusia. Dengan kata lain, pekerjaan menjadi sarana produksi semata-mata dan dengan demikian merendahkan martabat manusia. Perlu diingat bahwa pekerjaan  itu bernilai karena manusia sendiri bernilai! Dalam situasi di mana manusia tidak dapat menikmati nilai kerjanya secara pribadi dan langsung, upah dan kedudukannya dalam masyarakatlah yang mengungkapkan nilai kerjanya. Dalam hal ini, manusia dipandang dan diperlakukan sebagai alat produksi, bukan sebagai citra Allah. Suatu hal yang merendahkan martabat manusia!
b.      Kitab Kejadian menceritakan bahwa Allah sendiri juga bekerja. Sebagai Pencipta Ia bekarja enam hari lamanya dan beristirahat pada hari yang ketujuh (lih. Kej 1:1-2:3). Bahkan, Ia tetap bekerja sampai hari ini (lih. Yoh 5:17). Sebagai citra Allah, manusia harus meneladani Dia, juga dalam bekerja. Semua orang harus bekerja, apa pun kedudukan sosial atau jenis kelaminnya. “Enam hari lamanya engkau melakukan pekerjaanmu…” (Kel 23:12). Dengan bekerja sehari-hari manusia berpartisipasi dalam usaha Tuhan Pencipta; turut menyempurnakan diri sendiri dan dunia (mengembangkan alam raya dengan kerjanya). Sekaligus, dengan bekerja manusia memuliakan Allah dan mengabdi kepada-Nya sebagai tujuan akhir.

c.     Dalam Kitab Suci dikatakan bahwa Tuhan tidak hanya bekerja, tetapi juga beristirahat. Hari ketujuh merupakan haris istirahat, setelah enam hari sebelumnya Ia  bekerja. Ia memerintahkan manusia untuk beristirahat juga setelah bekerja: “… hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan…” (Kel 20:10). Maka itu, sebagai citra Allah manusia tidak boleh dipaksa untuk bekerja secara terus-menerus. Ia juga harus diberi kesempatan untuk beristirahat.
        Sebetulnya dalam Firman Tuhan terkandung tiga kewajiban manusia: bekerja, beristirahat, dan melindungi mereka yang harus bekerja dalam ketergantungan. Dengan demikian, hidup semua orang dilindungi. Jadi, kerja tidak boleh menjadi lebih penting daripada hidup, atau hasil kerja dinilai lebih tinggi daripada manusia. Firman Tuhan hendak membebaskan manusia dari penindasan oleh pekerjaan dan perencanaannya sendiri. Tuhan menghendaki supaya manusia tetap tinggal sebagai “citra Allah” dan bukan alat produksi.

             1.5 HUBUNGAN ANTARA KERJA DAN DOA
      Berkaitan dengan kerja, doa mempunyai peranan penting dalam pekerjaan kita, antara lain sebagai berikut.
-                          Doa dapat menjadi daya dorong bagi kita untuk bekerja lebih tekun, lebih tabah dan sabar.
-      Doa dapat memurnikan pola, motivasi, dan orientasi kerja kita. Doa sering kali merupakan saat-saat refleksi diri dan  kerja yang sangat efektif.
-        Seperti sudah pernah disinggung, doa dapat menjadikan kerja manusia mempunyai aspek religius dan adikodrati.
       Perlu dicatat juga bahwa doa dan kerja memang merupakan dua unsur yang hakiki dalam kehidupan manusia. Keduanya berhubungan erat, tetapi tidak boleh dianggap seakan-akan keduanya sama saja.
           Dalam kegiatan insan, dengan bekerja orang selalu, bahkan pertama-tama, mencari suatu nilai insan yang bukan dari Allah sendiri, misalnya untuk memperoleh nafkah. Memang hal itu akhirnya dapat diarahkan kepada Tuhan demi kemuliaan-Nya, tetapi tidak secara langsung dan serta merta. Dalam doa, kita dapat berhubungan langsung dengan Tuhan. Akhirnya, perlu ditandaskan lagi bahwa doa dan kerja berkaitan sangat erat. Semakin orang bekerja, seharusnya semakin berdoa. Mengapat?karena, jika pekerjaan semakin banyak, ada bahaya orang semakin tenggelam dan terikat pada pekerjaannya. Maka, doa sebagai refleksi atas kerja harus ditingkatkan supaya pekerjaan yang banyak tersebut tetap murni dalam segala aspek.
-     Jika pekerjaan semakin banyak, tentu semakin dibutuhkan kekuatan dan dorongan. Doa sering kali bisa menjadi kekuatan bagi orang  beriman. Doa dan kerja seharusnya merupakan ungkapan dan kerja seharusnya merupakan ungkapan dan perwujudan iman seseorang!
  • Pertanyaan Refleksi

1.      Apa arti dan makna kerja?
2.      Apa tujuan orang bekerja?
3.      Mengapa manusia membutuhkan istirahat sesudah kerja?
4.      Apa makna istirahat dalam ajaran iman?
5.      Apa hubungan antara kerja dan doa?
6.      Apakah doa berperan dalam pekerjaan-sehari-hari?
7.      Mengapa pada umumnya orang tidak mau menjadi penganggur?
8.      Apa makna istirahat sesudah kerja?





[1]Buku Siswa 3B, Perutusan Murid-Murid Yesus: Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/SMK, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 120-124

Komentar

Postingan populer dari blog ini

YESUS, ORANG MISKIN DAN PENDOSA

UPACARA REKONSILIASI DI PAROKI SALIB SUCI MADI

VERONIKA MENDAPAT GAMBAR WAJAH YESUS