GEREJA KATOLIK PAPUA

GEREJA KATOLIK PAPUA BELUM BERHASIL
(Rm. Piet Go OCarm)

Foto para Pemimpin Gereja Katolik Papua, ilustrasi

Selasa 28/11/2017, dalam studi “Kepemimpinan Dalam Gereja” Rm. Piet Go OCarm mengungkapkan, “di Papua Gereja Protestan dan Pemerintah Daerah sudah berhasil, namun Gereja Katolik belum berhasil.” Alasan yang dikemukakan Rm. Piet Go bahwa Gereja Katolik di Papua sudah lama hadir di Papua, namun belum ada seorang asli Papua yang diangkat menjadi Uskup. Semua uskup yang ada di Papua hanya orang pendatang.
Pernyataan serupa juga banyak kali dilontarkan secara spontan oleh orang yang mengikuti atau prihatin dengan Gereja Katolik Papua, baik awam maupun Kaum Klerus, baik orang asli Papua sendiri maupun orang pendatang di Papua.
Pertanyaan apakah akan diangkat uskup-uskup asli orang Papua merupakan pertanyaan yang sulit dijawab dengan melihat dominasi dan diskriminasi yang terjadi dalam tubuh Gereja Katolik di Papua. Apalagi realitas yang didukung dengan terjadinya stigma dan pelabelan; menjadi minoritas di dalam negeri sendiri.
Dalam banyak kasus, pemimpin Gereja di Papua bersekongkol untuk menguasai orang Papua. Misalnya saling mengaderkan kalangan Ordo sendiri. Ordo-ordo yang hadir di keuskupan sering berpikir untuk perkembangan Ordo sendiri ketimbang, Keuskupan, apalagi memikirkan orang asli Papua. Karena itu sering antar Ordo sendiri saling menyindir dan mengejek. Misalnya, Ordo Jesuit mempertanyakan, “OFM buat apa di Papua?” Selain itu, dalam Ordo sendiri kelihatan bersifat sukuis, lebih parah lagi orang asli Papua dikeluarkan tanpa sebab, kalau pun ada sebab dikeluarkan tanpa dipertimbangkan.
Saat Duta Besar Vatikan untuk Indonesia berkunjung ke Sekolah Tinggi Filsafat Teologi “Fajar Timur” Jayapura (2013/2014), masalah Uskup Orang Asli Papua diungkit. Para Mahasiswa (frater) mempertanyakan alasan hingga kini, belum pernah diangkat Uskup Orang Asli Papua.
Tentang Uskup Orang Asli Papua tidak hanya dibicarakan oleh orang Katolik, namun juga oleh umat Protestan. Hal ini menandakan bahwa kerinduan umat akan kehadiran sosok Uskup Orang Asli Papua, makin besar. Selanjutnya pertanyaan, apakah kaum mayoritas yang selalu mendominasi masih terus mendominasi? Mungkinkah para pemimpin Gereja Katolik di Papua mulai membuka diri terhadap orang Asli Papu? Akankah ruang pengkaderan bagi orang Asli Papua? Menjadi refleksi bagi semua yang berkepentingan dalam perkembangan Gereja Katolik Papua.
Semoga para pemimpin Gereja Katolik Papua tidak bertopeng dan mampu memembuka diri, mampu menghargai orang setempat di tanah Papua. (Egy)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

YESUS, ORANG MISKIN DAN PENDOSA

UPACARA REKONSILIASI DI PAROKI SALIB SUCI MADI

VERONIKA MENDAPAT GAMBAR WAJAH YESUS