STATUS POLITIK PAPUA BARAT DALAM NKRI DAN SOLUSINYA
Marius Goo
Foto saat Natal IPMANAPAMDODE Sejawa Bali 2017/18 |
Status politik Papua Barat hingga kini masih belum diselesaikan. Hanya karena status politik Papua Barat ini tidak sedikit manusia juga kekayaan yang menjadi korban. Korban yang terjadi tidak hanya pihak Papua Barat namun juga Indonesia. Saling membohongi antara kedua belah pihak bukanlah sesuatu yang asing. Soal kematian, di Papua bukanlah masalah yang luar biasa, juga mengherankan. Di papua kematian itu hal yang biasa. Dari realitas yang ada, terlebih dengan hasil PEPERA pada 1 Desember 1969 yang dianggap pembohongan terhadap rakyat Papua Barat, rakyat Papua Barat membentuk kelompok-kelompok oposisi, kontra Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kelompok-kelompok itu terus berkembang dan mengakar dalam rakyat Papua Barat. Pada tahun 2014 dimunculkan satu wadah tertinggi bagi kelompok perjuangan Papua Barat, yang menentukan nasib perjuangan rakyat Papua Barat, di mana mereka menyebut dirinya sebagai bangsa Papua Barat, yakni United Liberatian Movement fot West Papua (ULMWP) yang dibentuk melalui dekkarasi Salarana di Port Vila Vanuatu pada 06 Desember 2014. ULMWP ini mewadahi semua organ perjuangan bangsa Papua Barat. Tulisan ini merupakan suatu pencerahan realitas politik yang kabur dalam pandangan-pandangan. Pandangan yang masih berkembang hingga kini di antaranya: pertama, masalah atau status politik Papua dinilai sebagai masalah dalam negeri. Kedua, masalah Papua sebenarnya perlawanan antara dua negara yang berbeda yakni NKRI dan Papua Barat.
PARADIGMA MASALAH PAPUA BARAT ADALAH MASALAH DALAM NEGERI
Masalah Papua adalah masalah dalam negeri. Pandangan ini selalu dimunculkan oleh NKRI yang hingga kini belum mengakui Papua Barat sebagai sebuah Negara. NKRI mengakui bagian dari Negaranya sendiri. NKRI melihat PEPERA tahun 1969 sebagai final memasukkan Papua Barat sebagai bagian dari NKRI. Karena itu setiap usaha perjuangan dari rakyat Papua Barat dihadang dengan aneka cara. Cara manusiawi hingga tak manusiawi dikerahkan dalam mangatasi setiap masalah yang muncul di Papua Barat. Istilah paling dominan yang dimunculkan hingga kini di era Presiden Jokowi adalah "pembangunan."
Istilah membangun daerah-daerah terisolir di Papua merupakam satu politik yang mampu membendung setiap Intervensi dari manca negara dalam penyelesaian konflik Papua. Dari istilah pembangunan ini dimunculkan istilah keluasan, perpanjangan. Misalnya, Otonomi Khusus (Otsus), UP4B, membangun jalan tol, membangun pelabuhan laut, membangun bandar uadara di Papua. Dan memang politik ini sungguh berhasil. NKRI berhasil meyakinkan dunia.
Setiap kali ada intervensi dari luar negeri untuk mendukung, atau setidaknya membicarakan secara netral situasi Papua Barat, Indonesia mematahkannya dengan mengatakan, "jangan mencampuri urusan dalam negeri, ini urusan rumah tangga." Bahkan, untuk meyakinkan penyampaian pandangan itu saring bahasanya dibumbuhi dengan "pembangunan." Setiap delegasi, termasuk presiden sendiri mengkampanyekan tindakan pembangunan yang dijalankannya bagi rakyat Papua Barat. Bentul pembangunan yang dijalankan sebagaimana disebutkan di atas. Penyampaian ini meyakinkan dunia bahwa NKRI sedang menjalankan pembangunan di Papua, bahkan meyakinkan rakyat Papua Barat adalah bagian dari NKRI.
Masalah Papua adalah masalah dalam negeri (NKRI) hanya dipahami dalam ranah politik. Yakni satu cara perpolotikkan NKRI dalam meredam atau memperkecil masalah Papua Barat hanya dalam konteks negara dan bukan manca negara. “NKRI sedang membangun Papua Barat” pun dapat dimengerti dalam ranah politik, yakni meredam, bahkan menghilangkan tindakan jahatnya dengan satu nilai universal yang diterima secara umum oleh semua pihak.
Walaupun aneka strategi dipergunakan untuk meredam penyelesaian masalah Papua Barat secara nasional - dalam NKRI - toh akhirnya masalah Papua tak pernah terselesaikan. Bahkan masalah menjadi makin kompleks dan makin rumit lagi untuk diselesaikan. Di mana rakyat Papua Barat merasa dibohongi negara dengan isu-isu yang tidak benar di hadapan rakyat sendiri dan di mata dunia. Ternyata, masalah Papua Barat adalah masalah dalam negeri, namun toh negara tak mampu menyelesaikannya sendiri. Negara mengatakan sedang membangun Papua Barat, namun toh masih banyak daerah terisolir di Papua yang belum tersentuh pendidikan dan kesehatan. Contoh konkrit dan terbaru dari kegagalan pembangunan adalah Gizi Buruk yang terjadi di Kabupaten Agast dan Kabupaten Deiyai.
PARADIGMA MASALAH PAPUA BARAT ADALAH MASALAH ANTARNEGARA
Jika status politik di Papua dipahami lebih lanjut, masalah Papua bukan berskala masalah dalam negara (NKRI), melainkan masalah internasional. Status politik Papua Barat, kini bukan lagi beskalah negara, namun telah mendunia.
Masalah Papua Barat adalah masalah antarnegara, yakni NKRI dan Papua Barat sendiri. Dalam penanganan masalah pun harus dipahami dan ditangani dalam dunia negara yang berbeda, sekaligus sama kedudukan. Apalagi dengan terbentuknya wadah ULMWP, Papua menjabat posisi yang setara dengan NKRI. Di sini jelas bahwa Papua bukan ada dalam NKRI, bahkan bukan di bawa NKRI.
Dengan menyadari, sekaligus mengakui masalah Papua Barat sebagai masalah antarnegara, maka status masalah dan penyelesaian pun berskalah dunia dan di mata dunia. Di mana masalah Papua Barat tidak dapat diselesaikan NKRI sebagai lawan Papua Barat sebagai negara.
Alasan memahami status permasalah Papua Barat sebagai masalah antarnegara diantaranya: pertama, rakyat Papua Barat mengungkapkan bahwa mereka adalah sebuah negara dengan alat kelengkapan negara sebagaimana negara NKRI. Kedua, rakyat Papua Barat sedang melawan negara NKRI untuk membentuk negara sendiri. Ketiga, rakyat Papua Barat ingin membuktikan sejauh mana NKRI menyelesaikan masalah Papua Barat dalam pembangunannya di hadapan negara lain.
Alasan-alasan tersebut mengundang pihak bertikai untuk menyelesaikan status politik Papua Barat segera karena berakibat pada bidang lain. Masalah menjadi makin rumit dan tak terselesaikan. Khususnya, alasan ketiga di atas, yakni NKRI membuktikan penyelesaian masalah Papua Barat secara nasional, terutama dengan istilah "pembangunan" mesti dibuka ruang perundingan, atau ruang dialog di depan mata dunia untuk menunjukkan konsistensi penyelesaian masalah yang terjadi selama ini.
DIALOG SEBAGAI SATU SOLUSI BARU DAN TERBAIK
Masalah Papua Barat tidak dapat diklaim sebagai masalah dalam negera, masalah pembangunan. Sebab, sekalipum Indonesia mengatakan Papua Barat adalah bagian dari NKRI, namun yang jelas bahwa Papua Barat telah membentuk oposisi, kelompok lawan NKRI dengan istilah Organisasi Papua Merdeka, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (OPM/TPN ). Dari dua kelompok yang saling berlawanan, yakni NKRI melawan TPN/OPM, dengan status sebagai negara, mesti duduk bersama dan mencari solusi bersama.
Rakyat Papua Barat dan NKRI harus duduk bersama, berdialog bersama untuk mencari aksi dan solusi bersama. Demokrasi tertinggi yang selalu dijunjung tinggi harus diwujudkan bagi rakyat Papua Barat. NKRI harus membuka ruang demokrasi terbukan untuk Papua Barat dalam menentukan nasib sendiri. Demokrasi yang diusulkan adalah NKRI membuka ruang dialog secara lebih terhormat.
Dialog Jakarta-Papua yang sedang diusung oleh Jaringan Damai Papua (JDP) mesti menjadi kesadaran dan tindakan bersama dalam mengentaskan konflik Papua Barat. Dalam mengentaskan kasus ini semua negara mempunyai tanggung jawab penuh, tidak hanya NKRI, juga tidak hanya Papua Barat, namun semua orang dalam skala internasional. Dimana dialog menjadi solusi terbaik sebagai negara demokrasi sekaligus menjunjung tinggi perundang-undangan menyampaikan pendapat secara bebas, umum dan terbuka.
Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana STFT Widyasasana Malang.
Komentar
Posting Komentar